Pria kelahiran Garut, Jawa Barat, 6
Mei 1963, adalah salah seorang yang pantas dijuluki sebagai aktivis antikorupsi
di Indonesia. Kendati berbagai isu miring juga terkadang mewarnai aktivitasnya.
Namanya mencuat ketika Indonesia Corruption Watch (ICW), membongkar kasus suap
yang melibatkan Jaksa Agung Andi M. Ghalib pada masa pemerintahan Presiden
Republik Indonesia Ketiga (1998-1999) BJ Habibie. Gebrakannya melalui ICW itu
memaksa Andi Ghalib turun dari jabatannya. Berkat keberaniannya mengungkap
kasus itu, Teten dianugerahi Suardi Tasrif Award 1999.
Suami Suzana Ramadhani, ini pun
terus menggelorakan gerakan anti korupsi hingga terpilih sebagai penerima
Penghargaan Magsaysay untuk kategori pelayanan publik, 2005. Dia menerima
penghargaan itu bersama seorang tokoh dari India.
Teten mengakui, penghargaan
tersebut memberikan energi baru baginya dalam bergelut di dunia pemberantasan
korupsi. Penghargaan ini semakin memperteguh keyakinannya bahwa langkah yang
mereka lakukan selama ini meskipun belum membuahkan banyak hasil, tetapi sudah
dihargai.
Sebelum Teten, Yayasan Ramon
Magsaysay telah memberikan penghargaan kepada 16 warga negara Indonesia, antara
lain Nafsiah Mboi (dokter), Mochtar Lubis (wartawan), Gubernur DKI Jakarta
(1966-1977) Ali Sadikin (mantan Gubernur DKI Jakarta), HB Yasin (Sastrawan),
Presiden Republik Indonesia Keempat (1999-2001) Abdurrahman Wahid (mantan
Presiden Republik Indonesia Presiden RI), Pujangga Tetralogi Bumi Manusia Pramoedya
Ananta Toer (pengarang), Atmakusumah Astraatmadja (tokoh pers), dan Dita Indah Sari
(Aktivis buruh).
Teten adalah anak seorang petani,
ayahnya Masduki dan ibunya Ena Hindasyah. Dia dibesarkan dalam kesederhanaan
hidup di Limbangan, Garut, Jawa Barat. Ayahnya sering berpesan agar ia jangan
menjadi pegawai negeri atau tentara. Pendidikan SD sampai SMA berjalan apa
adanya tanpa perhatian khusus dari kedua orang tuanya. Semula ia bercita-cita
menjadi insinyur pertanian. Namun akhirnya, ia kuliah di jurusan kimia IKIP
Bandung.
Tapi perhatiannya terhadap
masalah-masalah sosial sangat menonjol. Bahkan sejak SMA hingga saat kuliah, ia
sering ikut kelompok diskusi, mempelajari masalah sosial. Sejak 1985, Teten
mulai terjun di dunia Aktivis. Pertama kali dia ikut aksi demontrasi membela
petani Garut yang tanahnya dirampas. Kemudian setelah menyelesaikan
pendidikannya dari IKIP, dia direkrut LSM informasi dan studi hak asasi
manusia. Dia memulai aktivitasnya sebagai staf peneliti pada Institut Studi dan
Informasi Hak Asasi Manusia (1978-1989).
Kemudian dia menjabat Kepala
Litbang Serikat Buruh Merdeka Setiakawan (1989-1990). Dari sana, dia beranjak
menjabat Kepala Divisi Perburuhan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
(1990-2000). Ketika itu dia makin banyak berhubungan dengan buruh. Apalagi pada
saat yang bersamaan, dia juga aktif sebagai Koordinator Forum Solidaritas Buruh
(1992-1993) dan Koordinator Konsorsium Pembaruan Hukum Perburuhan (1996-1998).
Kemudian pada era reformasi, Teten
aktif sebagai Koordinator Indonesia Corruption Watch (1998-2009).
Keterlibatannya di ICW didorong kegeramannya melihat merajalelanya korupsi di
negeri ini. Dia pun telah mengungkap berbagai kasus korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar