Dra.
Popong Otje Djundjunan, politisi Golkar kelahiran Bandung 30 Desember 1938,
adalah Anggota DPR-RI tertua yang terpilih pada Pileg 2014 dan dilantik 1
Oktober 2014. Sesuai Tatib DPR, dia pun menjadi pimpinan DPR sementara, bersama
anggota termuda,. hingga terpilihnya pimpinan DPR tetap. Sebagai pimpinan DPR sementara, dia
diampingi anggota DPR termuda Ade Rezki Pratama. Ade kelahiran Bukittinggi, 8
November 1988 (hampir 26 tahun). Ade diusung Partai Ketua Dewan Penasehat
Partai Gerindra perempuan yang sudah lima periode terpilih menjadi anggota DPR
sejak 1987 itu, dikenal kreatif dalam menyampaikan pemikiran-pemikirannya.
Sebelum menjadi anggota DPR, dia berprofesi sebagai guru bahasa Inggris. Maka,
ketika menjadi anggota parlemen, dia sangat senang duduk di Komisi X yang
membidangi pendidikan.
Popong terpilih menjadi anggota DPR
lewat Pemilu 2009 dan 2014 mewakili Dapil Jawa Barat I. Sebagai anggota Komisi
X, Popong pernah mengkritisi pelaksanaan UN (Ujian Nasional). Popong
berpandangan, pemerintah sebaiknya tidak memaksakan UN menjadi satu-satunya
standar kelulusan bagi siswa. ”Di samping melanggar putusan MA, pemaksaan UN
juga akan berakibat buruk bagi kualitas pendidikan nasional,” katanya.
Menteri dan pejabat. ”Alangkah
baiknya jika pejabat eselon satu menggunakan istilah bahasa negeri sendiri ketimbang
bahasa Inggris,” katanya Ceu Popong, panggilan akrabnya, telah aktif di dunia
organisasi sejak usia remaja (16 tahun). Dia aktif di sekitar 62 lembaga
(organisasi) sosial, pendidikan, budaya dan politik. Maka tak heran bila dia
sangat dikenal oleh masyarakat Bandung, Dapil Jawa Barat I, di mana dia selalu
terpilih hingga lima periode.
Dia salah satu ikon politisi perempuan,
di tengah masih rendahnya partisipasi politik perempuan Indonesia. Dia melihat
gerakan emansipasi wanita masih kerap disalahartikan oleh kaum wanita sendiri.
Menurutnya, emansipasi itu sudah selesai pada level konstitusi negara, namun
dalam lingkup rumah tangga, laki-laki tetap menjadi imam atas perempuan. “Tidak
benar, bila emansipasi dipahami seorang perempuan dapat memperlakukan seenaknya
kepada lelaki,” tegasnya.
Dia salah satu ikon politisi
perempuan, di tengah masih rendahnya partisipasi politik perempuan Indonesia.
Dia melihat gerakan emansipasi wanita masih kerap disalahartikan oleh kaum
wanita sendiri. Menurutnya, emansipasi itu sudah selesai pada level konstitusi
negara, namun dalam lingkup rumah tangga, laki-laki tetap menjadi imam atas
perempuan. “Tidak benar, bila emansipasi dipahami seorang perempuan dapat
memperlakukan seenaknya kepada lelaki,” tegasnya.
Dia menjelaskan, kaum perempuan
memiliki kodrat alamiah yang tidak bisa ditentang, yaitu mengandung,
melahirkan, dan menyusui. ”Ada tiga karakter ideal perempuan versi al-Quran.
Yaitu mandiri secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan mandiri menentukan
pilihan sendiri. Mandiri dalam bidang politik digambarkan dalam figur Ratu
Balqis yang sukses membangun kerajaannya. Di bidang ekonomi, digambarkan
seorang perempuan di zaman nabi Musa yang menggembala kambing karena
keluarganya tidak mampu melakukan (sakit). Terakhir, adalah mandiri menentukan
pilihan sendiri, digambarkannya pada tradisi di masyarakat (Sunda) yang
terlebih dahulu menanyai sang putri saat sebelum menikah. Di situlah perempuan
menentukan jalan sendiri hidupnya, “ jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar