Doel Sumbang lahir di Bandung, 16
Mei 1963 dengan nama Wahyu Pelukis Affandi. Doel lahir dan dibesarkan dalam
keluarga santri yang agamis. Ayahnya yang dikenal dengan sebutan 'Abah Kabayan'
adalah seorang mubalig di Kota Bandung. Ia mulai bersentuhan dengan dunia seni
khusunya seni musik dan teater saat duduk di bangku SMP. Ia menimba ilmu pada
sastrawan nyentrik, Remy Sylado. Sejak saat itu, Doel mulai menuangkan
imajinasinya menjadi lirik-lirik lagu yang sarat dengan kritik sosial. Tema
yang pada saat itu bisa dibilang belum banyak diangkat. Syair-syair yang
digunakannya pun sederhana dan merakyat.
Keunikan itulah yang kemudian
mengundang ketertarikan dari seorang produser bernama Handoko Kusumo. Ia
berminat merekam karya-karya Kang Doel. Hingga pada akhirnya, Doel berhasil
mengorbit di kancah musik tanah air sekitar tahun 80-an. Handoko juga yang
menyematkan kata Sumbang di belakang nama Doel. 'Sumbang' di sini bisa dimaknai
sebagai suara kritik terhadap sistem maupun budaya, meski liriknya jenaka namun
mengandung kritikan yang cerdas. Kecerdasan kritik seorang Doel Sumbang dapat
didengar lewat lagu Aku si Raja Goda, Suparti, Martini, Sakit Jiwa, dan masih
banyak lagi. Ada pula lagu berjudul Aku, Tikus, dan Kucing, yang secara khusus
diciptakannya untuk menyentil perilaku gadis zaman sekarang hingga kondisi
kampung halamannya, Bandung, tempat ia lahir dan dibesarkan.
Di sisi lain, Doel bukanlah musisi
yang anti lagu cinta. Ia pun bisa menyajikan lirik cinta namun tetap dengan
gayanya. Meski liriknya nyeleneh, Doel mampu memberikan nuansa romantis namun
tidak cengeng di setiap lagu-lagu cinta yang ditulisnya. Ia juga tak lupa
menyematkan tentang makna hidup manusia yang sesungguhnya seperti dalam lagu
Arti Kehidupan.
Dari sekian banyak lagu bertema
cinta yang ia ciptakan, lagu berjudul Kalau Bulan Bisa Ngomong-lah yang paling
fenomenal. Lagu itu dibawakan secara duet dengan menggandeng pelantun
Gantengnya Pacarku, Nini Karlina. Kesuksesan Kalau Bulan Bisa Ngomong
melahirkan hits berikutnya, Rindu Aku Rindu Kamu yang juga dibawakannya bersama
Nini. Selain Nini Karlina, Doel pernah berduet dengan seorang penyanyi bernama Ikko
membawakan lagu Cuma Kamu.
‘Doel Sumbang mulai bersentuhan
dengan dunia seni khusunya seni musik dan Teater saat duduk di bangku SMP. Ia
menimba ilmu pada sastrawan nyentrik, Remy Sylado. Sejak saat itu, Doel mulai
menuangkan imajinasinya menjadi lirik-lirik lagu yang sarat dengan kritik
sosial. Tema yang pada saat itu bisa dibilang belum banyak diangkat.
Syair-syair yang digunakannya pun sederhana dan merakyat.
Selain menciptakan lagu berbahasa
Indonesia, Doel juga turut melestarikan bahasa Sunda lewat lagu-lagunya. Bagi
penikmat lagu Sunda pasti sudah tidak asing lagi dengan tembang Pangandaran,
Bulan Batu Hiu, Ah Hoream, Ai, Awewe Sapi Daging, Beurit, Ceu Romlah, Sumedang,
Jol, dan masih banyak lagi.
Lagu berbahasa Sundanya pun tak
lepas dari kritikan sosial, seperti Kapolri (1968-1971) polisi Noban, Ema,
Lalaki, Mang Darman, dan Bereny. Lagu-lagu Sunda hasil kreativitas Doel bahkan
meledak saat bergulirnya Reformasi 1998. Selain itu, karya-karya Doel juga
kerap dibawakan seniman Pasundan lainnya seperti Darso dan Nining Meida.
Doel memang sangat peduli pada
budaya asli leluhurnya termasuk kepada sesama seniman Sunda. Meninggalnya Kang
Ibing pada 19 Agustus 2010, kemudian mencetuskan ide untuk melestarikan
karya-karya aktor pemeran tokoh Kabayan itu. Salah satunya adalah dengan
mengaransemen ulang lagu ciptaan Kang Ibing yang berjudul Persib. Lagu tersebut
diciptakan Kang Ibing saat Persib sedang berjaya. Selain mengaransemen ulang
lagu Kang Ibing, Doel Sumbang dan sejumlah seniman lainnya juga berencana
menerbitkan beberapa buku dan kumpulan puisi Kang Ibing.
Nama Doel Sumbang sempat tenggelam
pada pertengahan tahun 2000-an. Ketika dikonfirmasi dalam sebuah kesempatan ia
pun memberikan alasannya. "Soalnya sekarang ribuan band ada di Indonesia.
Makanya saya belum memutuskan untuk masuk kancah. Saya belum melihat dunia
musik di Indonesia itu ada darahnya. Dunia musik di Indonesia itu masih pucat.
Nanti kalau saya sudah menemukan ada band yang bisa saya bilang darah di dunia
musik Indonesia, saya mau bagian dari darah itu," jelasnya seperti dikutip
dari situs kapanlagi.com.
Meski demikian, bukan berarti ia
sama sekali meninggalkan dunia yang telah membesarkan namanya itu sebab ia
masih menggarap lagu-lagu lama miliknya. Jika bicara soal eksistensinya sebagai
penyanyi, ia merasa produktivitas tak hanya dinilai dari banyaknya ia tampil
namun terlebih dari ide yang muncul dan semangatnya untuk terus berkarya.
"Meski kita dibilang hilang, tapi tetap berkarya. Seumuran saya ini nggak
cuma harus narsis, tapi lebih ke aktualisasi dan mau jadi apa sih kita
ini?" ucap Doel, saat menghadiri acara musikalisasi puisi Remmy Soetansyah
di Gedung Arsip, Gajah Mada, Jakarta Pusat, 14 Agustus 2009.